26 Oktober 2011

Berkunjung ke Serambi Makkah


Beberapa bulan yang lalu, tepatnya di tanggal 29 September, saya berkesempatan mengunjungi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam rangkaian tugas kantor.


Selama tiga hari di Banda Aceh, saya banyak mendapat pengetahuan/info tentang provinsi yang terkenal dengan julukan Serambi Mekkah dan warganya. Banyak cerita tentang bencana tsunami yang memporak porandakan NAD pada tahun 2004 lalu.


Hari pertama saya gunakan untuk keliling kabupaten Banda aceh dan Aceh Besar, sekalian meninjau lokasi yang akan saya datangi untuk tugas kantor. Mendengar cerita kalau di Aceh terkenal dengan kopinya, saya pun mencoba mampir ke salah satu warung yang lumayan rameh untuk mencicipinya.


Hari berikutnya, bertepatan pada hari jum’at saya berkunjung ke masjid bersejarah dan terkenal di Banda Aceh, apalagi kalau bukan Masjid Agung Baiturrahman, sekalian saya melaksanakan sholat Jum’at di sana. Terasa khusu’ ibadah disana karena udara begitu sejuk dan segar, apalagi mendengar cerita tentang keagungan masjid ini yang merupakan satu-satunya bangunan yang selamat dari tragedi tsunami.


Di waktu lain, saya juga berkesempatan mengunjungi Museum Tsunami, Pintu Khop Banda Aceh, dan situs Kapal PLTD Apung 1, yang terdampar di Kampung Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.


Nah, saya akan bercerita tentang kunjungan saya ke situs Kapal PLTD Apung 1 itu, yang menjadi obyek wisata resmi di Banda Aceh. Bencana tsunami yang terjadi pada 24 Desember 2004 ini, memang dashyat kekuatannya.


Bayangkan saja, tongkang berbobot mati 2.600 ton dengan panjang 63 meter serta luas 1.600 meter persegi terseret sejauh lima kilometer dari Pelabuhan Ulee Lheue hingga terdampar di Kampung Punge Blang Cut. Selain kapal PLTD Apung 1 ini, terdampar juga sebuah kapal kecil, yang menerjang rumah warga.


Menurut warga sekitar yang menjadi perawat situs kapal tersebut, warga baru tahu kalau kapal yang memasok listrik bagi masyarakat Kotamadya Aceh dan Ulee Lheue terdampar setelah musibah berakhir.

Dari puluhan awak kapal yang ada di dalam kapal, hanya satu orang yang selamat, itu pun karena ia tertidur di tempat yang paling atas dari Kapal PLTD Apung 1.


Saya lalu mencoba menaiki kapal tersebut. Di setiap lantai, terpancang tiang bendera Merah Putih. Dari puncak kapal, saya bisa melihat Taman Edukasi Tsunami dan galeri foto tsunami, yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi bangkai kapal.


Selain itu, kita bisa menikmati indahnya Pantai Ulee Lheue. Jangan heran, banyak wisatawan baik lokal maupun luar negeri yang datang ke situs tersebut memanfaatkan dengan berfoto-foto.


Saat ini, situs kapal tersebut masih dikelola oleh warga setempat, padahal tsunami sudah berlalu tujuh tahun. Alasan klise, pemerintah daerah tidak punya dana untuk mengelolanya.


Untuk kebutuhan perawatan situs tersebut, warga setempat meletakkan kotak bantuan, yang diharapkan diisi oleh pengunjung secara sukarela. Semoga saja rencana pembangunan wisata tsunami Kapal Apung, yang kabarnya akan didukung dana dari pemerintah dan pihak asing, tidak sekedar kabar burung. ***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes